Flag Counter
20 April 2024

Kitorang News

Harmoni dan Produktivitas

Pengelolaan Zakat di Indonesia: Harapan, Realita dan Tawaran Solusi

Keterangan Foto: Tangkapan layar Rektor IAIN Sorong sedang memberikan materi pengelolaan zakat di Indonesia dalam webinar Kajian Zakat Transformatif

Sorong, kitorangnews.com – Terdapat dua pengelola zakat di Indonesia yang memiliki tugas untuk ‎mengelola, membagi, dan mendayagunakan zakat, yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) ‎dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Hal ini disampaikan oleh Hamzah Khaeriyah dalam ‎webinar kajian zakat transformatif yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pengembangan ‎Ekonomi Syariah IAIN Sorong, pada Selasa (22/3/2022).‎

Ia (Hamzah Khaeriyah) menjelaskan, bahwa BAZNAS didirikan oleh pemerintah atas usulan dari Kementerian ‎Agama Republik Indonesia dan disetujui oleh Presiden dan pengelolaannya diatur dalam ‎undang-undang. ‎Sedangkan LAZ, dibentuk dan dilaksanakan oleh ‎masyarakat/swasta atau organisasi-organisasi Islam yang ada di Indonesia. ‎

‎“Contoh LAZ di Indonesia seperti LAZISNU yang dikelola oleh Nahdlatul Ulama, LAZISMU ‎yang dikelola oleh Muhammadiyah. Pusat kedua LAZ ini pusatnya di Jakarta lalu kemudian ‎memiliki perwakilan-perwakilan di daerah se-Indonesia begitu pula LAZ lainnya yang dibentuk ‎oleh masyarakat,” terangnya.‎

Di Indonesia sendiri, lanjut Hamzah, setidaknya sudah dua kali melahirkan Undang-Undang ‎tentang pengelolaan zakat.

“Di Indonesia sudah menghadirkan dua kali UU tentang zakat. Pertama, UU Nomor 38 Tahun 1999. Kedua, UU Nomor 23 Tahun 2011. ‎Kedua undang-undang inilah yang dijadikan sebagai dasar hukum pengelolaan zakat.,” ujarnya.

Berdasar kedua undang-undang tersebut, maka BAZNAS di ‎samping mengelola zakat dari muzaki, BAZNAS juga berhak memperoleh bantuan dari ‎pemerintah daerah, Kota/Provinsi dalam bentuk APBD hingga pemerintah pusat ‎melalui APBN.

Lebih lanjut, status BAZNAS memiliki status yang sama dengan badan-badan yang lain di ‎Republik Indonesia. Di samping itu, BAZNAS memiliki potensi jaringan yang sangat luas seperti ‎contoh para pimpinan BAZNAS selain dapat berkoordinasi dengan lembaga-lembaga swasta ‎maupun perseorangan, BAZNAS pun dapat berkoordinasi dengan pemerintah pusat, provinsi dan ‎kabupaten/kota maupun DPRD. ‎

BAZNAS sebagai lembaga pengelola zakat milik pemerintah dalam pandangan Hamzah ‎Khaeriyah hendaknya bergerak aktif dalam menjalin koordinasi lintas sektoral serta multi ‎profesi seperti dengan BAPPEDA, dalam hal melihat data, berapa persentase masyarakat yang ‎bergerak pada bidang pertanian, perekonomian dan lain sebagainnya sehingga BAZNAS sebagai ‎lembaga pengelola zakat memiliki data pembanding sebagai dasar mengambil kebijakan dalam ‎target pengumpulan zakat dari tahun ke tahun.‎
Rektor IAIN Sorong dalam diskusi kajian zakat transformatif tersebut menyampaikan bahwa ‎terkait dengan pengelolaan zakat di BAZNAS perlu dilakukan sebuah diskusi dalam rangka ‎membangun dan memperbaiki. ‎

Hal tersebut tentunya didasari oleh dengan melihat besarnya capaian target pengumpulan zakat ‎yang dicapai oleh BAZNAS dari tahun ke tahun namun tidak sebanding dengan apa yang ‎diharapkan dari pengelolaan dan pemanfaatan zakat. ‎

Hamzah Khaeriyah juga menuturkan terkait pendapatan BAZNAS pada tahun 2021 hingga 2022.

“Padahal melihat potensi dana zakat di Indonesia sangat besar, seperti tahun 2021 lalu BAZNAS ‎mengumpulkan zakat sebesar Rp11,5 Triliun. Di tahun 2022 ini, BAZNAS secara nasional ‎akan menargetkan capaian zakat sebanyak Rp.26 Triliun. Adapun target BAZNAS Provinsi ‎Papua Barat sendiri secara akumulatif sebesar Rp.14,6 Miliar,” ternagnya.‎

‎“Satu sisi pola yang digunakan oleh BAZNAS yaitu memiliki target-target pengumpulan zakat ‎karena dengan adanya target ini menjadi acuan untuk mengukur kinerja dan ini pola yang sangat ‎bagus, luar biasa dan sudah moderen. Namun lagi-lagi belum optimal dari segi pemanfaatan dan ‎pengelolaannya,ungkapnya melanjutkan.

Hamzah Khaeriyah pun memberikan penjelasan bahwa terdapat tiga cara yang dapat ‎dilakukan untuk mengukur sosial ekonomi masyarakat Islam dari segi kualitas dan ilmu ‎pengetahuan umat Islam. ‎

“Mengukur kualitas sosial dan ekonomi umat Islam maka dapat dilakukan tiga cara. Pertama, ‎melihat kondisi pasar, bagaimana dinamika perekonomian yang terjadi di dalam pasar. Kedua, ‎melihat masjid, lihat berapa banyak jumlah masjid dan bangunannya dan bagaimana kuantitas ‎sholat berjamaah. Ketiga, BAZNAS, bagaimana kemampuan mengumpulkan dana dan ‎menggerakkan dana zakat,” jelasnya.‎

Selanjutnya, berbagai kewenangan yang dimiliki oleh pengelola zakat maka dari sudut pandang ‎Al-Qur’an, pengelola zakat diberikan kompensasi yang dikenal dengan kata ‘aamil, kompensasi ‎untuk seorang ‘aamil ini merupakan bagian dari cerminan kondisi sosial ekonomi mayarakat Islam ‎pada saat ayat tersebut diturunkan. ‎

Pada akhir sesi diskusi kajian zakat transformatif, Hamzah Khaeriyah selaku ‎pemateri mengatakan kepada para peserta webinar yang hadir bahwa kinerja amil zakat ‎‎(BAZNAS atau LAZ) menjadi indikator kualitas umat Islam.*‎

Loading

Tentang Penulis