Oleh: Lalu Nasrulloh
Saat ini, tepatnya di tanggal 21 April 2021 hampir seluruh rakyat Indonesia mengucapkan hari kelahiran perempuan asal Jepara, Kartini. Kartini dikenal sebagai sosok perempuan yang getol memperjuangkan hak-hak perempuan. Kisah pergerakan Kartini banyak diceritakan oleh para sastrawan melalui novelnya. Sebut saja novel yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang yang ditulis langsung oleh Kartini. Ada juga novel pada zaman Balai Pustaka yang diterjemahkan oleh Armijn Pane. Novel tersebut menjadi buku pertama yang menceritakan perjalanan pergerakan Kartini.
Selain itu, banyak lagi novel yang mengisahkan tentang perlawanan ketidakadilan terhadap perempuan, seperti halnya novel Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer, Kartini: Kisah yang Tersembunyikan karya Aguk Irawan MN, dan yang terbaru karya yang ditulis oleh Abidah El-Khalieqy dengan judul Kartini, serta masih banyak lagi karya-karya yang lainnya.
Dari sekian banyak kisah tentang Kartini, menjadi alasan bagi masyarakat Indonesia merayakan Hari Kartini, setiap tanggal 21 April. Telebih bagi kaum perempuan, mereka sangat antusias bahkan tidak sedikit yang melampiaskan ide-idenya dengan emosional, baik dalam bentuk tulisan pendek maupun quote-quote di media sosial.
Respons kaum perempuan Indonesia itu, menggambarkan sesuatu yang amat wajar untuk ditampakkan. Mengingat sampai detik ini, masih ada praktik-praktik ketidaksetaraan gender yang dilandaskan budaya bahkan agama. Namun, satu hal harus digarisbawahi, bahwa kondisi yang melatarbelakangi Kartini melakukan pergerakan melawan ketidakadilan perempuan adalah kenyataan yang dialami oleh sosok perempuan yang paling berjasa dalam hidupnya, yaitu sosok MA. Ngasirah, ibu kandungnya sendiri.
Ngasirah merupakan sosok perempuan yang mengalami ketidakadilan, yang disebabkan hanya karena kasta. Ngasirah bukan dari golongan darah biru, sebuah istilah bagi kaum bangswan Jawa. Atas dasar tersebut, Ngasirah dianggap sebagai istri tetapi tidak lebih hanya sebatas selir. Ia diasingkan dari rumah utama seorang pejabat negara karena dianggap tidak pantas duduk berdampingan dengan Sosroningrat yang tidak lain dan tidak bukan merupakan suami sahnya.
Sosrongingrat perlakukan Ngasirah seperti halnya pembantu, sebab bagi Sosrongingrat laki-laki berdarah biru seperti dirinya tidak pantas didampingi oleh Ngasirah yang hanya berkasta golongan kawula.
Berangkat dari perilaku ketidakbijakan ayahnya tersebut, Kartini mulai berpikir untuk melakukan gerakan-gerakan yang mengatasnamakan perempuan. Gerakan-gerakan tersebut, sampai saat ini, masih digaungkan oleh kaum perempuan Indonesia, sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap sikap kaum laki-laki yang masih menganggap perempuan tidak lebih dari hanya sebatas pelayan. Kita kenal istilah-istilah seperti feminisme, kesetaraan gender, emansipasi wanita, dan sebagainya. Istilah-istilah ini diciptakan oleh kaum perempuan sebagai pembuktian bahwa mereka bukan makhluk rendahan yang bisa diinjak-injak oleh kaum laki-laki.
Kenyataan pahit yang dialami oleh Ngasirah, masih dirasakan oleh sebagian perempuan yang ada di Indonesia. Ambil saja contoh yang ada di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Perempuan Lombok atau perempuan Sasak (walaupun tidak semuanya) sampai saat ini masih merasakan apa yang dirasakan oleh ibundanya Kartini dulu.
Dalam praktik berumah tangga orang Sasak, meskipun hal ini sudah tidak semuanya melakukan praktik tersebut, namun kenyataan kampanye emansipasi wanita belum seratus persen berhasil. Perempuan Sasak bangsawan atau baiq (sebutan untuk gelar perempuan bangsawan Sasak) kemudian menikah dengan orang yang tidak memiliki keturunan darah biru Lalu (sebutan gelar untuk laki-laki bangsawan Sasak), maka si perempuan tersebut akan mengalami yang dinamakan dengan istilah perempaun buangan. Karena gelar baiq–nya tersebut secara otomatis akan hilang mengikuti derajat atau kasta suaminya yang bukan bangsawan.
Kemudian si laki-laki terkesan di’peras’ oleh keluarga si perempuan. Bagaimana tidak, syarat agar pihak laki-laki mendapatkan wali nikah adalah harus ada jaminan yang diper-hak-kan kepada si calon istri. Jaminan tersebut berupa sebidang tanah dan rumah utuh.
Fakta di atas mau tidak mau mengingatkan memori rakyat Indonesia khususnya kaum perempuan yang mengalami ketidakadilan dari sisi budaya terhadap kenyataan pahit yang dialami oleh sosok Ngasirah, meski terdapat perbedaan konteks. Namun, dari hal tersebut bisa diambil pelajaran bahwa perempuan di manapun, kasta apapun, agama dan ras apapun harus diberlakukan bijak dan sama dengan perempuan yang mendapatkan perlakukan yang adil dan bijaksana.
Sebenarnya masih banyak praktik ketidakadilan terhadap perempuan yang masih terjadi di tanah Sasak berdasarkan alasan adat dan budaya, yang terkadang membuat perempuan tidak memiliki harga dan martabat di mata laki-laki.
Di momen Hari Kartini ini penulis berharap perlakukanlah para perempuan dengan selayaknya karena mereka juga memiliki hati dan perasaan yang kapan saja bisa merasakan sakit dan terluka. Dan betapa berdosanya bagi laki-laki yang tidak memiliki sifat memuliakan perempuan.
Teruntuk Ibu, istri, dan kakak-kakak perempuanku, saatnya kalian bersikap tegas terhadap segala bentuk ketidakadilan yang kalian alami. Layaknya sosok Kartini yang bisa mengubah setidaknya pola pikir kaum laki-laki secara perlahan untuk bisa berlaku adil dan mulia terhadap perempuan. Perempuan itu bukan untuk diperdaya melainkan diberdayakan.
Penulis akan tutup dengan satu buah puisi teruntuk sosok Kartini modern pendamping setiaku.
Manisku!
Aku tahu kamu bukan dari darah biru
Namun putih tulus hatimu menyamarkan birunya kekastaan
Kau mengajariku untuk tidak berperilaku selayaknya Sosrongingrat,
Rela membuang Ngasirah demi perempuan berkasta.
Manisku!
Aku baru belajar tentang mencintaimu
Cara untuk tidak mencintai parasmu
Cara untuk tidak mencintai keturunanmu
Cara untuk tidak mencintai gelar dan kastamu
Tapi aku ingin mencintai CINTAmu
Cintamu yang tanpa warna,
Tanpa gelar,
tanpa kasta,
tanpa harta.
Manisku!
Maaf atas kekeliruan hatiku
Terima kasih atas keteguhan dan kesabaranmu
dalam mencintaiku.
Terima kasih.
Salam Gerakan Mencintai Perempuan Tanpa Memandang Kasta!
More Stories
TIPD IAIN Sorong Tawarkan Diskon Khusus 20% di Hari Terakhir Ujian CAT POLRI 2024
Sinergitas Disperindagkop Kabupaten Sorong Dan LP3H IAIN Sorong Dalam Rangka Halal Papua Untuk Indonesia
Terbitkan Ratusan Sertifikat Halal, Disperindagkop Usaha Kecil Dan Menengah Gandeng LP3H IAIN Sorong